Mobil Klasik Rasa Yakuza: Transformasi Sang Legenda 1986 Milik Kay di IAM Singapore 2025
iamautomodified.com, SINGAPURA – Di tengah gemerlap International Automodified (IAM) Singapore 2025, satu mobil klasik berhasil mencuri perhatian ribuan pasang mata. Bukan supercar modern dengan tenaga monster, bukan pula hypercar berlapis karbon. Justru sebuah sedan klasik dari Toyota Crown Century keluaran tahun 1986 milik Kay, sang owner penuh visi, yang berdiri tegak bagai samurai tua penuh luka namun tetap berwibawa.
Kay menghadirkan sebuah mahakarya yang tak sekadar mobil, ini adalah potongan sejarah Jepang era 80-an yang hidup kembali di tanah Singapura. Mobil ini dulunya lahir di Jepang, sempat berkelana ke Australia, hingga akhirnya berlabuh di Singapura dengan misi: membuktikan bahwa mobil klasik bisa tampil jauh lebih garang, liar, dan penuh aura Yakuza.

Darah Jepang, Jiwa Yakuza
Alih-alih mempertahankan tampilan “stock” seperti mayoritas pemilik mobil klasik, Kay memilih jalur ekstrem. Ia mengusung filosofi bosozoku dan kaido racer, subkultur otomotif Jepang tahun 80-an yang terkenal agresif, nyeleneh, dan penuh simbol perlawanan.
“Orang selalu memilih bentuk yang bersih dan rata. Tapi saya ingin sesuatu yang lebih agresif, sesuatu yang berteriak ‘inilah jiwa Yakuza!’,” ungkap Kay dengan nada penuh keyakinan.
Tak heran, mobil ini dipenuhi detail ikonik ala era 80-an: oil cooler eksternal yang menjuntai, body yang menonjolkan lekuk agresif, hingga aura gelap nan misterius dengan balutan cat hitam. Mobil ini bukan sekadar kendaraan, melainkan perwujudan gaya hidup dan perlawanan dari budaya jalanan Jepang.

Restorasi Gila-Gilaan
Proses membangkitkan monster 1986 ini bukan perkara mudah. Kay mengaku kondisi awal mobil penuh cacat: bodi berkarat, bagian luar kacau, hingga kaca depan yang sulit diganti karena hanya diproduksi di Jepang. Namun justru di situlah nilai magisnya, bisa Anda saksikan performnya di @yakuzacentury
“Saya ingin kelihatan sempurna. Windscreen, mirror, window, semuanya saya ubah. Bahkan power window dan power seat tetap berfungsi dengan baik. Walau lahir tahun 1986, mobil ini masih bisa bersaing dengan kenyamanan modern,” jelas Kay.
Dengan transmisi otomatis 3-speed, mobil ini membuktikan bahwa keamanan tetap diperhitungkan. “Di era itu, orang tidur di clutch kalau pakai manual. Jadi mereka pilih auto,” tambahnya sambil tertawa.

Biaya restorasi? Jangan kaget. Total investasi tembus 100 ribu dolar Singapura. Angka yang fantastis, namun sepadan dengan perjalanan panjang impor, spare part eksklusif dari Jepang, hingga kerja detail untuk setiap panel. Kay menegaskan, biaya terbesar justru pada eksterior karena harus melawan “penyakit” klasik: karat.
Antara Koleksi dan Filosofi
Meski tampil di IAM Singapore 2025, Kay menegaskan mobil ini bukan tunggangan harian. Regulasi di Singapura melarang impor mobil berusia 3–35 tahun, kecuali di bawah 3 tahun sebagai mobil baru, atau di atas 35 tahun sebagai mobil klasik. Artinya, mobil ini hadir bukan untuk dipacu setiap hari, melainkan simbol penghormatan terhadap budaya otomotif.

“Saya punya mobil harian lain. Mobil ini jelas bukan untuk daily use. Ini mobil koleksi, sebuah karya seni,” ujar Kay mantap.
Pertama Kali di IAM
Uniknya, ini adalah kali pertama Kay tampil di IAM Singapore. Awalnya ia ingin ikut serta di IAM Kuala Lumpur, namun ketinggalan pendaftaran. Nasib kemudian membawanya ke Singapura, dan ia bersyukur bisa menjadi bagian dari perhelatan akbar ini.
“Awalnya saya pikir slot sudah penuh. Tapi setelah saya hubungi akun IAM, ternyata masih ada kesempatan. Saya langsung ambil. Dan sekarang saya ada di sini, pertama kali di IAM Singapore!” katanya penuh antusias.

Lebih Dari Sekadar Mobil
Mobil klasik milik Kay ini seolah mengirim pesan bahwa modifikasi bukan hanya soal kecepatan atau estetika, melainkan perjuangan, filosofi, dan keberanian untuk berbeda. Di tengah lautan mobil modern dengan modifikasi penuh teknologi, kehadiran sedan tahun 1986 ini bagaikan samurai tua yang masuk ke arena duel dan tetap disegani.
Setiap detail pada mobil ini berbicara tentang dedikasi. Dari kaca depan langka yang harus didatangkan langsung dari Jepang, hingga lekuk bodi yang dipoles berulang kali agar sempurna. Semuanya menuntut kerja keras, biaya besar, dan tentu saja passion tak terbatas.

Rencana ke Depan
Apakah Kay berhenti di sini? Ternyata tidak. Ia masih punya sederet proyek mobil lain yang menunggu giliran. Mobil klasik ini hanyalah salah satu dari koleksinya. “Saya punya mobil lain untuk proyek berikutnya. Jadi perjalanan saya di dunia otomotif masih panjang,” katanya penuh semangat.
Di tengah hiruk pikuk IAM Singapore 2025, mobil klasik milik Kay hadir sebagai ikon perlawanan terhadap arus utama. Saat orang lain mengejar kesempurnaan dengan mobil modern, Kay justru kembali ke masa lalu, membangkitkan semangat Yakuza dan budaya bosozoku dari Jepang era 80-an.
Biaya selangit, usaha ekstra, hingga aturan ketat Singapura tak menghentikan langkahnya. Sebab bagi Kay, mobil ini bukan sekadar benda. Ia adalah jiwa yang hidup, saksi bisu dari sejarah, dan karya seni yang membuktikan: klasik tak pernah mati.